SEBATANG BAMBU

Amelia Yuniza Putri (21016057)

Di Sore hari yang cerah, terdapat sekelompok anak-anak desa yang asik bermain layangan. Masyarakat menyebutnya "layang-layang darek". Permainan Tradisional khas Minangkabau ini sudah menjadi kebiasaan anak-anak di desa tersebut dikarenakan mereka belum dikenalkan dengan gawai atau smartphone oleh orang tua mereka. Maka tidak heran lagi di desa ini anak-anak selalu memainkan permainan tradisional. Anak-anak tersebut bukan hanya sekedar bermain, akan tetapi mereka juga sambil mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba. Setiap hari ulang tahun desa tersebut, selalu diadakan lomba layang layang dengan tujuan agar permainan tradisional itu tidak terlupakan dan sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahunnya di desa tersebut.

Perlombaan layang-layang yang diadakan setiap tahun di desa ini bukanlah sekedar ajang kompetisi, akan tetapi juga menjadi momen yang paling berharga bagi anak-anak untuk memupuk rasa persaudaraan. Dalam Persiapan Perlombaan pun mereka tentunya belajar dalam merakit, dan saat lomba pun mereka tentunya belajar bagaimana menerbangkan, dan menjaga layangan mereka agar tetap terbang dengan baik. Selain itu, lomba ini juga menjadi kesempatan bagi orang tua dan tokoh masyarakat di desa ini untuk turut serta mengajarkan dan mewariskan nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda. Dalam Permainan yang penuh semangat ini, mereka tidak hanya meraih kebahagiaan dari menyaksikan layangan mereka yang melayang tinggi di langit, tetapi juga merasakan kekuatan kebersamaan dan kebanggaan akan budaya dan tradisi yang tidak ternilai harganya.

Seorang anak bernama Ucup sedang duduk bersandar di bawah batang pohon. Ucup merupakan anak yang penurut dan terkadang juga suka menyendiri. Dia asik sendiri menyaksikan teman-temannya bermain layangan sambil menikmati jajanannya. Walaupun tidak ikut bermain, menonton layangan yang indah itu terbang sudah menyenangkan bagi Ucup ditambah angin sepoi-sepoi yang terasa menyejukkan. Ucup merasa begitu damai di bawah batang pohon sambil mendengarkan suara gaduh bahagia teman-temannya bermain layangan.

Ucup terlihat begitu tenang di bawah pohon rindang itu, bagaikan seorang pengamat alam yang sangat menghargai keindahan. Meskipun banyak temannya yang suka bermain dengannya, setiap sore Ucup tetap memilih sendiri untuk merenung agar dia bisa merasakan kedamaian dalam dirinya. Sambil mengunyah jajanannya, dia menikmati indahnya layang-layang yang melayang tinggi di angkasa hingga membawanya berimajinasi tentang kebebasan. Menurutnya, kebahagiaan ibarat layang-layang yang terbang tinggi, mungkin terlihat sederhana, namun hal tersebut dapat memberikan arti kebebasan dan kepuasan yang tidak ternilai harganya. Meski hidupnya tampak sederhana, Ucup tahu bagaimana menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil yang terkadang diabaikan orang lain.

Dayat yang sedang bermain layangan melihat Ucup duduk sendirian di sana. Dayat menancapkan bambu putaran benang miliknya ke tanah dan langsung menghampiri Ucup.

"Kamu ga ikut main? Nggak punya layangan ya? Hahahaha." Ucup menggelengkan kepala dan tidak menjawab perkataan Dayat sedikitpun karena dia tahu bahwa dia sedang diejek. Ucup berdiri dan langsung berlari menuju rumahnya dengan perasaan sedih.

Sesampainya di rumah, terlihat Kakek yang sibuk membersihkan kandang ayam. Ucup menghampiri kakeknya.

"Kek, buatin aku layang-layang darek dong kek!. Aku juga mau main layang-layang bersama teman-temanku."

"Kamu kan masih punya sepeda. Main sepeda saja bersama teman temanmu yang lain!" jawab Kakek.

"Tapi sepedaku sudah lusuh Kek, sedangkan teman-temanku sepedanya bagus-bagus. Bagaimana kalau Kakek belikan aku sepeda baru agar aku tidak minta dibuatin layangan?"

"Syukuri apa yang ada saja! Untuk makan saja susah apalagi beli sepeda baru," ujar Kakek dengan nada tinggi.

"Baiklah kek"

Ucup pun terdiam dan langsung masuk ke dalam rumah. Ucup merenungi kata-kata kakeknya di kamar. Dia mulai memahami lebih dalam betapa besar pengorbanan dan kasih sayang yang diberikan kakeknya selama ini untuk membesarkannya. Ucup pun merasa bersalah karena telah meminta sesuatu yang aneh, sehingga menyebabkan kakeknya marah untuk pertama kalinya. Dia memang belum tahu alasan kenapa kakeknya tidak mau membuatkannya layangan dan mungkin Kakek punya alasan tersendiri untuk itu. Walaupun terkadang merasa iri dengan teman-temannya yang memiliki barang- barang mewah, kini Ucup paham bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya sekedar memiliki barang-barang mahal, tetapi bagaimana cara membuat kakeknya selalu semangat dan tidak marah kepadanya.

Karena merasa bersalah, Ucup kembali menghampiri kakeknya untuk meminta maaf.

"Kek, Ucup minta maaf ya Kek. Ucup telah membuat Kakek marah karena permintaan Ucup. Memang benar kata Kakek, untuk makan saja kita susah apalagi beli sepeda baru"

"Selagi masih bisa di pakai, pakai saja dulu. Kalau ada rejeki kita beli." Kakek kembali tersenyum kepada Ucup. Ucup akhirnya senang bahwa kakeknya tidak marah lagi kepadanya. Ucup pun akhirnya membantu kakeknya untuk membersihkan kandang ayam.

Keesokan harinya, Ucup bermain sepeda bersama teman-temannya. Ucup melewati rumah Dayat dan melihat Dayat sedang sibuk meraut bambu. Ucup pun berhenti dan menghampiri Dayat.

"Kamu mau ikut main sepeda bersama kami?" tanya Ucup dengan sopan. "Maksudmu apa? Kamu mau mengejekku? Mentang-mentang aku tidak punya sepeda, kamu malah mengajakku bermain. Sudahlah, pergi sekarang dari rumahku!," jawab Dayat dengan perasaan marah.

Ucup pun terheran kenapa Dayat merasa dirinya sedang diejek padahal Ucup hanya ingin mengajak Dayat bermain sepeda. Ucup pun sebelumnya tidak mengetahui bahwa Dayat tidak mempunyai sepeda dikarenakan Dayat bukanlah teman dekat Ucup. Karena merasa diusir, akhirnya Ucup bersama teman temannya pergi meninggalkan Dayat dan melanjutkan perjalanan mereka.

Ucup dan teman-temannya merasa lelah keliling-keliling bermain sepeda. Mereka melihat tempat teduh dan berhenti di sana. Salah seorang teman Ucup Memperhatikan sepeda Ucup dan berkata bahwa sepeda Ucup sudah sangat jelek dan menyarankan untuk beli sepeda baru. Ucup terdiam memikirkan kata-kata temannya tersebut.

"Jika aku minta ke Kakek, pasti dimarahi lagi, bagaimana ya caranya agar aku dapat membeli sepeda baru?" ucap Ucup dalam hati. Ucup merasa sedih dengan perkataan temannya tentang sepedanya itu. Dia memang menyadari bahwa sepedanya tidak sebagus milik teman-temannya. Tiba-tiba dia mengingat kenangan bersama ayahnya saat pertama kali belajar main sepeda. Selama ini Ucup juga menjaga sepeda itu dengan penuh kasih sayang. Ucup akhirnya lega dan tidak ingin menggantikan sepeda itu selagi masih bisa digunakan.

Seperti biasa, di sore hari Ucup kembali menyaksikan anak-anak lainnya bermain layangan sambil menikmati jajanan. Dia memperhatikan cara mereka bermain dengan teliti. Dia juga penasaran apa bahayanya main layangan sehingga dari dulu dia tidak pernah dibuatkan layangan oleh kakeknya sendiri.

"Cuman mengulurkan benang dan melihat layangan terbangapabahayanya main layangan?"

Pertanyaan yang selalu ada di pikiran Ucup selama ini belum juga ditemukan jawabannya, padahal menurutnya bermain layangan tidaklah berbahaya.

Ucup terus merenungkan pertanyaannya sambil melihat ke langit. "Apasih bahayanya menerbangkan layang-layang?"

Ucup merasa banyak temannya yang terlihat senang dan aman saat menerbangkan layang-layang, namun kenapa kakeknya selalu menolak membuatkan layang-layang. Ucup merasa ini adalah misteri baginya. Ucup Merasa semakin penasaran dan ingin mengetahui alasannya. Namun, dia juga tahu bahwa kakeknya selalu punya alasan kuat atas tindakannya. Ucup memutuskan untuk mencari jawaban dengan bijak yaitu bertanya dengan hati-hati kepada kakeknya.

Saat matahari mulai terbenam dan langit berubah jingga, Ucup Tahu Sudah waktunya pulang. Dia berdiri dari tempatnya bersandar dan mengumpulkan sampah jajanannya. Setelah selesai mengumpulkan sampah dan membuangnya ke tempat sampah, Ucup segera meninggalkan tempat itu. Saat melangkah pulang, dalam hati dia teringat pengalaman indah melihat layang-layang terbang. Dia Menyadari bahwa meskipun dia mungkin tidak pernah menjadi pemain yang berani, dia akan selalu menjadi pengagum setia melihat layang-layang terbangdi angkasa dengan keindahan sederhana yang ditawarkannya.

Keesokan harinya, di siang hari yang cerah, Ucup merasa ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya kepada kakeknya kenapa kakeknya tidak mau membuatkan layang-layang dan menanyakan apa bahayanya main layangan. Ucup duduk di sebelah kakeknya dengan penuh rasa takut dan penasaran. "Kek," katanya hati-hati.

"Aku ingin tahu, apakah ada bahayanya menerbangkan layang-layang?Mengapa kita tidak pernah membuat layang-layang sendiri?" Kakek terdiam sejenak lalu menjawab.

"Bermain layang-layang tidaklah bahaya, yang bahaya adalah jika kamu lahir dan meminta izin kepadaku untuk ikut bertanding" "Tapi aku hanya sekedar ingin bermain kek bukan bertanding." "Aku tidak yakin. Sudahlah masuk ke rumah lalu bersihkan tempat tidurmu! Berantakan sekali."

Ucup tidak menemukan jawaban apa-apa dari kakeknya. Tapi dia tidak menyerah dan berencana untuk mencari cara supaya kakeknya mau memberitahu apa yang disembunyikan darinya selama ini. Kini pertanyaan tersebut semakin membuatnya penasaran dan Ucup tidak bisa tenang sebelum dia mengetahui jawaban pastinya.

"Kenapa Kakek tidak mau aku ikut lomba?"

"Kenapa Kakek seolah-olah menyembunyikan sesuatu?." Sore harinya, seperti biasanya Ucup duduk dibawah pohon rindang menyaksikan teman-temannya bermain layang-layang. Dengan kegelisahan atas pertanyaan yang tidak mendapat jawaban dari sang Kakek, Ucup akhirnya mendekati salah seorang di sana.

"Permisi, bolehkah saya bertanya sesuatu?"

"Mau tanya apa?"

"Selama kamu bermain layangan, apakah kamu bisa memberitahuku bahaya bermain layangan?"

"Menurutku bermain layangan tidaklah bahaya, justru bermanfaat karena bayangan juga termasuk olahraga otot."

"Aku heran kenapa kakekku tidak pernah membuatkanku layangan?" "Kalau itu aku tidak tahu jawabannya."

Ucup melihat matahari sudah terbenam dan segera pulang meninggalkan tempat itu. Di pertengahan jalan, tiba-tiba sepeda Ucup rusak. Roda sepeda Ucup terlepas yang menyebabkan dia terjatuh. Ucup berusaha berdiri sambil menahan rasa sakit goresan luka di kulitnya. Perasaannya hancur ketika melihat sepedanya yang telah rusak dan tidak bisa dia gunakan lagi untuk pulang kerumah.

Sesampainya di rumah, dia menghampiri Kakek dan menceritakan bahwa dia mengalami kecelakaan kecil. Kakek panik dan memastikan tubuh cucunya apakah ada yang patah. Kakek menghela nafas lega karena cucunya hanya luka ringan. Kakek mengambil obat dan air hangat lalu mengobati luka cucunya itu. Saat kakeknya mengobati luka dia berkata kepada Kakek.

"Kek, sepedaku sudah rusak. Aku tidak punya mainan lagi." Kakek merasa sedih karena tidak bisa memenuhi keinginan cucunya untuk membelikan sepeda. Kakek hanya bisa diam dan hanya bisa berjanji untuk segera memperbaiki sepeda yang rusak tersebut.

Keesokan harinya, seperti biasa Ucup diajak oleh teman-temannya untuk bermain sepeda. Melihat sepedanya yang telah rusak dan belum sempat diperbaiki. Ucup hanya bisa menolak keinginan teman-temannya. Teman-teman Ucup dengan raut wajah sedih hanya bisa pergi meninggalkan Ucup. Mereka Merasa kekurangan dan merasakan hal yang berbeda jika tidak ada Ucup.

Dua hari lagi merupakan hari ulang tahun desa dan akan diadakan lomba layang-layang. Hadiah lomba pada tahun ini cukup besar yaitu sebuah sepeda. Teman-teman Ucup mengunjungi Ucup ke rumah untuk memberitahukan hal tersebut. Mereka menginginkan Ucup ikut lomba dengan harapan Ucup Bisa Memenangkan lomba dan kembali bermain sepeda seperti biasanya. Ucupmengetahui hal tersebut dari teman-temannya langsung berlari menghampiri kakeknya.

"Kek, hadiah lomba layang-layang tahun ini sepeda Kek. Ayolah Kek biarkan aku layang-layang darek yang bagus untuk lomba Kek!" Kakek pun meninggalkan Ucup tanpa sepatah kata. Tidak lama kemudian, Kakek membawa sebatang bambu.

"Mari kita buat layang-layang dan ikut lomba!"

Ucup pun terheran dan tidak menyangka kenapa Kakek tiba-tiba mau memenuhi permintaannya tersebut.

"Kenapa Kakek mengizinkan aku ikut lomba dan mau membuatkan layang-layang untukku? Padahal sebelumnya Kakek tidak mau." "Kakek hanya ingin menepati janji dengan orang tuamu. Semasa mereka hidup, mereka melarang Kakek untuk membiarkan kamu ikut bermain layangan.""Kenapa dilarang? Kan tidak berbahaya."

"Kakek ingin menceritakan ini dari dulu, tapi kamu belum cukup dewasa untuk mengerti. Sekarang sudah saatnya kamu mengetahuinya." "Tolong ceritakan!"

"Dahulu, ayahmu merupakan juara bertahan lomba layang-layang. Suatu Ketika layangan ayahmu tidak sengaja beradu dengan layangan ayah Dayat temanmu itu sehingga layangannya putus. Orang-orang menganggap bahwa ayahmu sengaja melakukannya sehingga ayahmu bertengkar dengan pemuda- pemuda lainnya. Mereka tidak menerima kemenangan ayahmu." "Jadi, ayahku meninggal karena bertengkar dengan pemuda-pemuda?" "Bukan, ayahmu meninggal karena sakit."

Hari ulang tahun desa pun tiba. Semua peserta lomba berkumpul dengan membawa layangan mereka masing-masing. Ucup dengan bangganya membawa layang-layang pertamanya berkumpul bersama peserta lainnya. Dayat pun terkejut melihat Ucup juga mengikuti lomba dan melihat layangan Ucup sangat bagus. Dayat yang merupakan juara bertahan dari tahun ke tahun itu tidak ingin dikalahkan oleh Ucup dikarenakan dirinya juga sangat menginginkan hadiah lomba itu. Dayat memikirkan cara bagaimana supaya Ucup tidak bisa mengalahkan dirinya.

Lomba pun dimulai. Semua peserta dengan penuh semangat menerbangkan layang-layang mereka. Dayat mendekati Ucup lalu berkata. "Jangan mimpi kamu akan menang."

"Kalah menang itu soal biasa, yang penting sekarang aku berusaha untuk jadi yang terbaik" jawab Ucup.

"Kenapa kamu tiba-tiba ikut lomba?"

"Ingin bersaing denganmu," jawaban Ucup dengan maksud bercanda. Mendengar jawaban Ucup akhirnya Dayat emosi dan harus menemukan cara agar Ucup bisa kalah.

Dayat semakin merasa ditantang dengan jawaban santai Ucup tersebut. Ia merasa perlu menunjukkan dominasinya pada perlombaan kali ini. Dengan Keinginan kuat untuk membuktikan diri sebagai yang terbaik, Dayat terus memikirkan strategi rahasia untuk mengalahkan Ucup. Dia mengerti, perlombaan layang-layang memang bukan hanya tentang fisik yang kuat untuk menahan diri dari terik matahari, tetapi juga tentang taktik yang benar untuk menjadi pemenang.

Ada enam belas layangan yang masih bertahan hingga masuk ke babak final termasuk layangan Dayat dan Ucup. Kakek tidak menyangka cucunya bisa bermain layangan padahal sebelumnya dia hanya melihat orang-orang bermain layangan.

"Gimana kek, aku jago kan?"

"Belum, kamu belum jago" ujar kakek sambil menyemangati.

"Buktinya aku masuk final"

"Dikatakan jago main layangan ketika hanya layanganmu yang berada di angkasa."

"Siap kek, pasti aku bisa."

"Ingat, bermainlah secara sehat, longgarkan bayangmu ketika layangganmu merasa terancam."

Lomba pun terus berlanjut. Enam belas layangan yang masuk ke babak final terus bersaing untuk menjadi juara. Seiring berjalannya waktu, empat belas layangan putus dan tinggalah layangan Dayat dan Ucup. Dayat yang tidak ingin Ucup menang akhirnya mulai melakukan cara yang telah dia pikirkan yaitu membuat layangan Ucup putus. Tanpa berpikir panjang, Dayat perlahan mendekati layangannya ke layangan Ucup.

"Kamu tidak akan menang Ucup."

Saat layangannya didekatkan ke layangan Ucup, akhirnya cara tersebut gagal sehingga menyebabkan layangannya tersangkut ke layangan Ucup. Mereka Berdua panik. Dari kejauhan, Kakek berteriak.

"Salah satu dari kalian harus ada yang mengalah agar keduanya tidak putus!."

Para penonton histeris menyaksikan kejadian ini. Mereka terus memberikan semangat kepada jagoannya. Kakek yang menyaksikan kejadian ini juga ikut panik. Jika cucunya tidak menang lomba, pasti cucunya akan sedih karena tidak mendapatkan sepeda dan menyalahkan Kakek karena tidak pernah mengajarkan bermain layang-layang selama ini. Kakek yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa melihat kepanikan cucunya dari kejauhan sambil berdoa agar diberikan yang terbaik oleh yang maha kuasa.

Ucup membayangkan kejadian ini hampir sama seperti yang dialami ayahnya dahulu. Ucup berpikir, jika dia menang, kemungkinan orang-orang akan menganggapnya curang, dan dia juga tidak ingin orang lain berprasangka buruk kepadanya atau sampai mengungkit masa lalu tentang ayahnya itu. Di sisi lain, dia juga berpikir jika dia melonggarkan benang pasti dia akan menang dan mendapatkan sepeda itu. Akhirnya Ucup memutuskan untuk mengalah demi nama baik dia dan almarhum ayahnya. Ucup menggigit benang layangan sampai putus sehingga lilitan benang tersebut lepas dan layangan Ucup putus terbawa angin. Akhirnya Ucup kalah dan Dayat pun menjadi juara lagi dalam lomba layangan tahun ini.

Ucup merasa senang dengan keputusan mengalah dan merasa bahwa ini adalah momen yang sangat berharga dalam hidupnya. Hal tersebut dilakukan demi menjaga nama baiknya dan nama baik almarhum ayahnya. Meski kalah dalam perlombaan, Ucup merasa lega mengetahui bahwa ia telah memilih jalan yang terbaik dibandingkan memperoleh kemenangan yang didapat melalui kecurangan. Walaupun tidak berhasil membawa pulang sepeda dan tidak berhasil mendapat sepeda baru, dia telah berhasil membawa pulang harga dirinya dan nama baik orang tuanya. Perlombaan ini mengajarkan banyak hal kepada Ucup, sehingga dia benar-benar mengetahui apa sebenarnya bahaya bermain layangan.

Pengumuman pemenang dimulai. Dayat yang maju ke depan denganbangganya menerima hadiah tersebut dan dia senang orang lain tidak sadar akan hal yang diperbuat. Orang lain hanya beranggapan bahwa itu merupakan faktor ketidaksengajaan. Setelah selesai menyerahkan hadiah lomba kepada pemenang, Dayat langsung menghampiri Ucup.

"Kenapa kamu mau mengalah?" tanya Dayat dengan heran. "Aku tahu kamu lebih membutuhkan hadiah lomba itu daripada aku.

Walaupun sepedaku sudah lusuh dan sekarang rusak, setidaknya masih bisa diperbaiki dan digunakan kembali. Sedangkan kamu? Kamu tidak mempunyai sepeda sama sekali."

Mendengar jawaban Ucup, akhirnya Dayat pun minta maaf dan menyesali perbuatannya. Dia berjanji akan bermain secara sehat dan tidak mau mengulangi kesalahannya.

"Nanti aku buatkan kamu layangan baru. Setiap sore kita bermain layangan bersama yuk!"

"Oke. Setiap pagi kita bermain sepeda bersama juga ya!." Keduanya pun tersenyum karena bisa menjadi teman baik. Mereka merasakan kebahagiaan yang mendalam karena bisa saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Dayat menyadari bahwa orang yang sangat dia benci adalah orang yang sangat peduli dengannya. Dan bagi Ucup, mengalah bukan berarti kalah. Dengan memahami arti pengorbanan dan kesediaan untuk mengalah dapat memberikan manfaat untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang dia cintai.

Tamat.